BATAM -- Lima perguruan tinggi swasta (PTS)dinobatkan
sebagai Kampus Tanpa Rokok (KTR) dan mendapatkan Anugerah Aptisi (Aptisi
Award). Kelima PTS adalah IKIP Saraswati Tabanan Bali, Universitas Islam Sultan
Agung (Unisula) Semarang Jawa Tengah, Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka
(Uhamka) Jakarta, Universitas Islam Riau dan Universitas Bina Darma Palembang
Sumatera Selatan.
Aptisi Award tersebut diserahkan Ketua Umum APTISI Pusat, Prof Edy Suandi Hamid dan Dr Illah Sailah, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti dalam Rapat Pengurus Pusat Pleno APTISI ke-7 di Batam, Kamis (2/4). Penilaian dilakukan tim juri yang diketuai Dr Sudibyo Markus.
Selain lima PTS, kata Edy Suandi Hamid, sebanyak enam PTS memperoleh predikat "Maju", dua PTS dengan predikat "Berkembang," serta sebanyak 16 PTS mendapatakan predikat "Tumbuh."
Menurut Ketua Umum Aptisi, Prof Edy Suandi Hamid, pemberian anugerah ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan pada lembaga pendidikan tinggi untuk segera membersihkan kampus dari rokok, tidak menerima sponsor dari industri rokok untuk semua kegiatan di kampus, dan membangun kepedulian kampus atas bahaya merokok tersebut.
Saat ini, kata Edy, rokok sudah sangat mengancam bangsa ini. Para anak-anak, remaja, dan mahasiswa yang kesemuanya elemen generasi muda indonesia sudah distimulus untuk menjadi perokok melalui iklan dan kegiatan yang disponsori industri rokok yang masih sangat bebas di tanah air.
Padahal rokok bukan saja menurunkan produktivitas, menimbulkan berbagai penyakit, namun juga bisa menjadi pintu masuk mengonsumsi narkoba. Karena itu, kampus seharusnya berada di garda depan dalam memerangi dan menekan jumlah perokok di tanah air, khususnya di kalangan generasi muda. "Kita berharap pada saatnya nanti semua kampus bebas rokok," katanya.
Lebih lanjut Edy mengatakan Indonesia merupakan potensi internasional bagi pemasaran produk-produk zat adiktive yang meliputi rokok, alkohol dan narkoba. Ancaman terhadap narkoba sudah disadari pemerintah dan rakyat Indonesia, dengan dinyatakannya kondisi darurat nasional narkoba oleh BNN. Juga terhadap ancaman alkohol atau miras, termasuk miras oplosan.
Namun ancaman bahaya produk tembakau berupa rokok, yang mengandung nikotin yang jelas-jelas sebagai zat adiktive, ironisnya masih jauh dari perhatian sebagian instansi pemerintah dan masyarakat. Karena produk tembakau tersebut berlindung di balik status rokok sebagai produk legal, yang memberikan kontribusi terhadap keuangan negara dari cukai rokok, tanpa disadari bahwa justru zat adiktive dari nikotin tembakau tersebut secara terbuka sedang menghancurkan upaya besar membangun kualitas dan daya saing bangsa yang merupakan mainstreamnya misi dunia pendidikan.
"Sudah waktunya dunia perguruan tinggi, terutama segenap jaringan APTISI untuk mengkritisi kondisi darurat nasional ancaman produk tembakau," tandas Edy.
0 comments:
Post a Comment