Jakarta (ANTARA
News) - Ditjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud dan Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia menjalin kerja sama tentang integrasi pelaksanaan uji
kompetensi dokter dan uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter
guna memperoleh sertifikat kompetensi untuk menjamin mutu profesi
dokter.
"Nota kesepahaman sudah ditandatangani sebelumnya, yang ditandatangani hari ini adalah turunannya, pelaksana kerja samanya," kata Dirjen Dikti Kemdikbud Djoko Santoso saat memberi sambutan sebelum menyaksikan penandatanganan yang dilakukan oleh Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Illah Sailah, dengan Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto di Jakarta, Senin.
Penandatanganan disaksikan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim dan Ketua Pengurus Besar IDI Zaenal Abidin.
Djoko Santoso menyatakan Ditjen Dikti dan IDI diamanati oleh undang-undang pendidikan tinggi untuk menjamin kualitas lulusan program profesi dokter. Karena itu, kesepakatan tersebut untuk mengintegrasikan pelaksanaan uji kompetensi dokter dan uji kompetensi bagi mahasiswa program profesi dokter.
"Ditjen Dikti dan IDI sepakat untuk secara bersama-sama menyusun kebijakan dalam pelaksanaan uji kompetensi bagi mahasiswa program profesi dokter sesuai dengan kewenangan masing-masing," katanya.
Selain itu, akan disusun pula formatur yang terdiri dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Ketua Umum PB IDI, dan Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, dalam rangka pembentukan Panitia Nasional Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Program Profesi Dokter.
Ditjen dikti dan IDI sepakat untuk bersama-sama menyusun kebijakan dalam pelaksanaan uji kompetensi bagi mahasiswa program profesi dokter sesuai dengan kewenangan masing-masing, dan menyusun formatur yang terdiri dari Dirjen Dikti, Ketua Umum PB IDI, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia dalam rangka pembentukan Panitia Nasional Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Program Profesi Dokter.
"Uji kompetensi terintegrasi ini guna meningkatkan dan menjamin mutu profesi dokter. Karena itu, dibutuhkan perbaikan-perbaikan di berbagai aspek, seperti seleksi akademis dilakukan sejak awal untuk menentukan siapa-siapa saja yang berhak mengenyam pendidikan kedokteran, kurikulum yang baik dan sistem perkuliahan demi meningkatkan mutu profesi dokter," jelas Djoko.
Lebih lanjut Djoko mengatakan mahasiswa yang lulus uji kompetensi periode Februari dan Mei 2014, setelah mendapatkan ijazah/sertifikat profesi dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti asesmen yang dilaksanakan oleh Kolegium Dokter Primer Indonesia untuk mendapatkan sertifikat. Uji kompetensi akan dilaksanakan pada Agustus 2014 oleh panitia nasional yang ditetapkan oleh Dirjen Dikti.
Mahasiswa yang lulus uji kompetensi akan mendapatkan Surat Tanda Lulus (STL) dari panitia nasional. Dengan STL tersebut, calon dokter dapat melakukan sumpah dokter dan wisuda. Selanjutnya, mereka akan mendapatkan sertifikasi profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi, sekaligus sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Kolegium.
"Semuanya disiapkan betul, kita kerja keras, karena bulan Agustus uji kompetensi ini akan dilakukan," katanya.
Uji kompetensi untuk profesi dokter sudah dilaksanakan sejak 2007. Namun, uji kompetensi tersebut hanya diperuntukan bagi para dokter, bukan bagi mahasiswa program profesi dokter.
Landasan hukum pelaksanaan uji kompetensi diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Dokter harus lulus uji kompetensi sehingga dinyatakan kompeten. Kemudian, pada tahun 2013 terbit UU Nomor 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang menyatakan sebelum lulus, mahasiswa sudah memiliki sertifikasi sehingga ketika perguruan tinggi meluluskan mahasiswa mereka sudah terbukti kompeten sebagai seorang dokter.
Dengan adanya UU Pendidikan Kedokteran itu, uji kompetensi ditujukan bagi mahasiswa Kedokteran yang sudah menyelesaikan pendidikan profesi (coas). Jadi masih dalam proses pendidikan dan menjadi tanggung jawab institusi pendidikan yang bersangkutan. UU no 20 tahun 2013 diperkuat dengan Permendikbud no 30 tahun 2014 tentang tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Program profesi Dokter.
"Nota kesepahaman sudah ditandatangani sebelumnya, yang ditandatangani hari ini adalah turunannya, pelaksana kerja samanya," kata Dirjen Dikti Kemdikbud Djoko Santoso saat memberi sambutan sebelum menyaksikan penandatanganan yang dilakukan oleh Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Illah Sailah, dengan Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto di Jakarta, Senin.
Penandatanganan disaksikan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim dan Ketua Pengurus Besar IDI Zaenal Abidin.
Djoko Santoso menyatakan Ditjen Dikti dan IDI diamanati oleh undang-undang pendidikan tinggi untuk menjamin kualitas lulusan program profesi dokter. Karena itu, kesepakatan tersebut untuk mengintegrasikan pelaksanaan uji kompetensi dokter dan uji kompetensi bagi mahasiswa program profesi dokter.
"Ditjen Dikti dan IDI sepakat untuk secara bersama-sama menyusun kebijakan dalam pelaksanaan uji kompetensi bagi mahasiswa program profesi dokter sesuai dengan kewenangan masing-masing," katanya.
Selain itu, akan disusun pula formatur yang terdiri dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Ketua Umum PB IDI, dan Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, dalam rangka pembentukan Panitia Nasional Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Program Profesi Dokter.
Ditjen dikti dan IDI sepakat untuk bersama-sama menyusun kebijakan dalam pelaksanaan uji kompetensi bagi mahasiswa program profesi dokter sesuai dengan kewenangan masing-masing, dan menyusun formatur yang terdiri dari Dirjen Dikti, Ketua Umum PB IDI, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia dalam rangka pembentukan Panitia Nasional Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Program Profesi Dokter.
"Uji kompetensi terintegrasi ini guna meningkatkan dan menjamin mutu profesi dokter. Karena itu, dibutuhkan perbaikan-perbaikan di berbagai aspek, seperti seleksi akademis dilakukan sejak awal untuk menentukan siapa-siapa saja yang berhak mengenyam pendidikan kedokteran, kurikulum yang baik dan sistem perkuliahan demi meningkatkan mutu profesi dokter," jelas Djoko.
Lebih lanjut Djoko mengatakan mahasiswa yang lulus uji kompetensi periode Februari dan Mei 2014, setelah mendapatkan ijazah/sertifikat profesi dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti asesmen yang dilaksanakan oleh Kolegium Dokter Primer Indonesia untuk mendapatkan sertifikat. Uji kompetensi akan dilaksanakan pada Agustus 2014 oleh panitia nasional yang ditetapkan oleh Dirjen Dikti.
Mahasiswa yang lulus uji kompetensi akan mendapatkan Surat Tanda Lulus (STL) dari panitia nasional. Dengan STL tersebut, calon dokter dapat melakukan sumpah dokter dan wisuda. Selanjutnya, mereka akan mendapatkan sertifikasi profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi, sekaligus sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Kolegium.
"Semuanya disiapkan betul, kita kerja keras, karena bulan Agustus uji kompetensi ini akan dilakukan," katanya.
Uji kompetensi untuk profesi dokter sudah dilaksanakan sejak 2007. Namun, uji kompetensi tersebut hanya diperuntukan bagi para dokter, bukan bagi mahasiswa program profesi dokter.
Landasan hukum pelaksanaan uji kompetensi diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Dokter harus lulus uji kompetensi sehingga dinyatakan kompeten. Kemudian, pada tahun 2013 terbit UU Nomor 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang menyatakan sebelum lulus, mahasiswa sudah memiliki sertifikasi sehingga ketika perguruan tinggi meluluskan mahasiswa mereka sudah terbukti kompeten sebagai seorang dokter.
Dengan adanya UU Pendidikan Kedokteran itu, uji kompetensi ditujukan bagi mahasiswa Kedokteran yang sudah menyelesaikan pendidikan profesi (coas). Jadi masih dalam proses pendidikan dan menjadi tanggung jawab institusi pendidikan yang bersangkutan. UU no 20 tahun 2013 diperkuat dengan Permendikbud no 30 tahun 2014 tentang tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Program profesi Dokter.